PETUAH SIDENRENG : MENYELAMI KEMBALI KEARIFAN NENE’ MALLOMO SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN SIDENRENG RAPPANG YANG LEBIH MAJU DAN BERBUDAYA. (bagian 2)

Rabu, 05 Oktober 2011

Pada suatu hari nene’ mallomo kedatangan seorang tamu yang sangat terhormat yaitu Arung Matoa Wajo. beliau ini bertanya kepada nene’ mallomo ;

aga muala apettu bicara ri sidenreng, nasalewangeng ana’banuammu, na’bija olok-kolo’mu,namoni ase wette muamporeng jajito”. artinya, apakah yang diputuskan di sidenreng ini sehingga rakyatmu sejahtera, ternakmu berkembang biak dan benih padimu yang jelek yang kau sebarkan juga tumbuh baik.

jawaban nene’ mallomo:

iyana uala appettuang bicara ri sidenreng iya naritu alempureng sibawa deceng kapangnge” .  atinya, yang saya ambil keputusan di sidenreng adalah kejujuran dan prasangka baik kepada semua orang.

beberapa tahun kemudian setelah kedatangan tamu terhormat tersebut, rakyat menjadi resah kernak ternak pada  mati, padi sawah pada rusak seluruhnya. nene’ mallomo bertafakkur dan mengambil kesimpulan siksaan dari dewata sewae (tuhan) tersebut pasti ada sebabnya. atas dasar ini nene’ mallomo memerintahkan untuk diadakan penelitian yang jujur dan tidak memihak (jangan membayangkan penelitian ini seperti pansus century yang penuh intrikIn love).

kesimpulan dari penelitian ini adalah anak dari nene’ mallomo yang juga seorang petani mengalami kesulitan sewaktu membajak sawahnya. bajak rusak sehingga tanpa pikir panjang dia mengambil kayu yang telah dipotong dan disandarkan kepohon yang lain. ini disampaikan kepada nen’ mallomo yang langsung menanyakan kepada anaknya atas kebenaran berita tersebut. sang anak mengaku terus terang.

selanjutnya nene’ mallomo memanggil rapat para pabbicara (pemangku adat) dan menguraikan persoalan yang timbul dan penyebabnya. kesimpulan dari nene’ mallomo adalah karena anaknya telah mengambil kayu orang lain tanpa persetujuan pemiliknya maka harus dihukum mati.

para pabbicara melalui yang tertua menyatakan pada nene’ mallomo bahwa:

lemmu manaro nyawamu pasi angkei nyawana ana’mu na aju sipoloe”. artinya sampai hatikah engkau nene’ mallomo membandingkan nyawa anakmu dengan sepotong kayu.

jawaban nene’ mallomo adalah :

“makko gatu pale taro bicarae temmakki ana’  temmakki ambo ada pura onroe”. artinya apakah demikian hukum kita, tidak melihat anak atau bapak.

atas dasar ini anaknya dihukum mati sesuai dengan prosedur. dengan demikian nene’ mallomo telah melaksanakan semua pesan/anjurannya sebagaimana disebutkan terdahulu.

setelah pelaksanaan hukuman mati tersebut rakyat menjadi sejahtera kembali karena ternak kembali berkembang dan padi menjadi baik lagi.

dengan keputusan yang berat dari nene’ mallomo, dia juga telah meletakkan dasar-dasar demokrasi pada jamannya. beliau sewaktu akan dilantik sebagai pejabat di sidrap pada waktu itu bersumpah sebagai berikut :

ooe sipabbanuakku:

angingko ri ki rau kaju

soloka na ki batang

artinya : wahai senegeriku, anda adalah angin dan saya hanyalah sayuran yang lemah.

ada kemungkinan bahwa generasi setelah nene’ mallomo mengambil hikmah dari pesan-pesan tersebut sehingga muncul ungkapan" :

RESOPA TEMMANGINGI NAMALOMO NALETEI PAMMASE DEWATA ”.

semoga senantiasa semangat ini menjadi penyemangat buat teman-teman pr07ezholic Akuntansi Unhas dan sahabat’’ ku Fitrawan Umar (arsitektur ‘07), Ziaul Haq (Legalitas ‘07), serta Patra Syam (Geologi ‘07) yang sedang berjuang untuk desember dan maret..tetap semangat kawan, pagi yang indah  dan pelangi dari koes plus akan senantiasa menemani.…Send a kissSarcastic smile

0 komentar:

Posting Komentar